MATERI UJIAN HUKUM PERDATA TERDIRI DARI :
1. PERKAWINAN
2. DOMISILI
3. KEWARISAN
1. Hukum Perkawinan
Pengertian Perkawinan:
• UU no 1/74 ttg Perkawinan: ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Pasal 1 UU Perkawinan)
• KUHPerdata: hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara (Pasal 27, 28 BW)
Asas Perkawinan
• Menurut BW:
– Asas monogami, melarang poligami
– Asas kebebasan kata sepakat, tidak ada paksaan
• Menurut UU Perkawinan:
– Asas monogami, tapi boleh poligami dg syarat-syarat tertentu (Pasal 3 – 5 UUPerkawinan )
Syarat Perkawinan:
• UU Perkawinan (Pasal 6 – 12):
– Adanya persetujuan kedua calon mempelai
– Adanya izin kedua orang tua/ wali bagi calon mempelai sebelum berusia 21 tahun
– Usia calon mempelai laki-laki 19 tahun, perempuan 16 tahun
– Tidak ada ikatan perkawinan dengan yang lain
– Tidak ada dalam waktu tunggu (iddah) bagi perempuan janda
– Bagi suami istri yang telah bercerai, lalu kawin lagi tidak dari talak tiga
Menurut BW:
• Syarat absolut:
– Asas monogami mutlak (Pasal 27)
– Persetujuan kedua mempelai
– Batas usia, bagi laki-laki 18 tahun, perempuan 15 tahun (Pasal 29)
– Bagi janda harus mengindahkan masa tunggu selama 300 hari (Pasal 34 BW)
– Diperlukan izin bagi semetara orang (Pasal 35 – 49)
Lanjutan…
• Syarat material relatif:
– Larangan untuk kawin dengan orang yang sangat dekat dalam hubungan keluarga (Pasal 30 – 31)
– Larangan untuk kawin dengan orang, dg siapa orang itu pernah melakukan zina (Pasal 32)
– Larangan memperbaharui perkawinan setelah adanya perceraian sebelum lewat waktu 1 tahun (Pasal 33)
Syarat formal (Lanjutan):
• Syarat yang harus dipenuhi sebelum perkawinan:
– Pemberitahuan tentang maksud untuk kawin
– Pengumuman untuk maksud dan tujuan kawin (Pasal 50 – 57)
• Syarat yang harus dipenuhi bersamaan dengan perkawinan = syarat-syarat dapat disahkannya perkawinan
Pencegahan perkawinan:
• Menurut BW:
– Suatu upaya hukum yang dapat dilakukan oleh jaksa (penuntut umum) dan orang-orang yang tertentu, berdasarkan alasan2 tertentu mempunyai hubungan dengan calon suami/istri; terjadi jika perkawinan itu tidak seyogyanya dilaksanakan
• Menurut UU Perkawinan (Pasal 13 – 21):
– Perkawinan dapat dicegah bila ada phak yang tidak memenuhi syarat dalam perkawinan
Orang yang dapat melakukan pencegahan perkawinan:
• Para keluarga dari salah seorang calon mempelai
• Saudara dari salah seorang calon mempelai
• Wali nikah dari salah seorang calon mempelai
• Pengampu dari salah seorang calon mempelai
• Pihak-pihak yang berkepentingan
• Suani/ istri dari salah seorang calon mempelai
• Pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pencegahan
(Pasal 14 – 16 UU Perkawinan)
Pembatalan perkawinan:
• Pasal 85 – 99 BW ; Pasal 22 – 28 UU Perkawinan; Pasal 37 – 38 PP No 9/75
• Bukan batal demi hukum; melainkan dengan permohonan pembatalan.
• Dapat diajukan oleh:
– Para keluarga
– Suami/ istri
– Pejabat yang berwenang; pejabat yang ditunjuk; jaksa
– Orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung dengan perkawinan itu, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus
Lanjutan…
• Batalnya perkawinan dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap; dan berlaku sejak berlansungnya perkawinan
• Pasal 28 UU Perkawinan, bahwa keputusan tidak berlaku surut terhadap:
– anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan (tetap anak sah)
– Suami istri yang beriktikat baik, kecuali harta perkawinan, bila pembatalan karena adanya perkawinan terdahulu
– Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk di atas
Akibat Hukum Perkawinan
• Terhadap harta perkawinan
– Harta yang diperoleh selama perkawinan: harta bersama
– Harta bawaan: harta yang dimiliki sebelum perkawinan atau harta yang diperoleh dari hadiah/warisan: dalam penguasaan masing-masing, selama keduanya tidka menentukan lain.
– Perjanjian perkawinan: mengenai pengaturan tersendiri tentang harta kekayaan, secara tertulis dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, pada waktu atau sebelum perkawinan dilaksanakan.
– Kedudukan suami istri terhadap harta bersama adalah sama; masing-masing dapat menggunakan herta bersama atas persetujuan keduanya.
Lanjutan…
• Terhadap Keturunan:
– Anak sah: anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah; sedangkan anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah adalah anak tidak sah, yang hanya mempunyai hubungan dengan ibunya (Pasal 42).
– Suami dapat melakukan penyangkalan bahwa anak yang lahir tidak sah, jika dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina (Pasal 44)
– Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak (Pasal 45 -49)
– Kekuasaan orang tua terhadap anak sejak lahir hingga dewasa
Putusnya Perkawinan
• Karena kematian (Pasal 199 BW; Pasal 38 UU Perkawinan)
• Karena perceraian (cerai talak –dari suami–ataupun gugat cerai –dari istri)
• Dalam BW: Keadaan tidak hadir (selama sepuluh tahun, diikuti dengan perkawinan baru istri/ suami), putusan hakim setelah pisang ranjang dan meja makan, setelah dibukukan di Kantor Catatan Sipil
Alasan perceraian (UU Perkawinan):
• Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya yang sukar disembuhkan
• Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah
• Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun
• Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tiak dapat menjalankan sebagai sumai isteri
• Antara suami istri terjadi terus menerus peselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Akibat putusnya perkawinan:
• Jika putusnya perkawinan karena kematian, maka terjadi hak waris
• Bagi sitri terdapat masa iddah/ tunggu
• Harus memperhatikan ketentuan-ketentuan setelah perkawinan; misalnya jika ingin rujuk, atau ingin menikah dengan orang lain
Akibatnya terhadap keturunan:
• Ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata untuk kepentingan anak. Jika ada perselisihan, pengadilan yang memutuskannya.
• Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan anak dan pendidikan anak-anak. Jika bapak tidak mampu, maka pengadilan bisa memutuskan ibu ikut menanggung biayanya
• Pengadilan bisa memutuskan kewajiban mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan kepada mantan isteri, atau juga menentukan kewajiban bagi mantan isteri
2. DOMISILI
<span>DOMISILI</span><span> </span><span> </span>Tempat tinggal (pasal 17 KUHPerd)
Adalah tempat seseorang dianggap selalu hadir melakukan hak-haknya dan memenuhi kewajibannya, meskipun ia bertempat tinggal di tempat lain
Tempat tinggal seseorang atau badan hukum
Pentingnya domisili:
Psl 3 PP no. 9/1975– orang yang akan melangsungkan perkawinan, memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat setempat
Tempat mengajukan gugatan perceraian: PA domisili tergugat; kecuali jika tidak diketahui domisilinya
Untuk mengetahui pengadilan mana yang berwenang mengadili perkara perdata seseorang: tempat tinggal tergugat
Tempat mengikuti pemilu; dan tempat pembayaran suatu barang
Macam-macam domisili:
Tempat tinggal yang sesungguhnya: 2=
– Tempat tinggal bebas: tidak terikat atau tergantung kepada orang lain
– Tidka bebas: terikat/tergantung kepada orang lain, misalnya: istri ikut suami; anak ikut ortu; curandus ikut curator; buruh ikut majikan
Tempat tinggal pilihan—berkaitan dengan perbuatan hukum tertentu, dipilih domisili tertentu—misal: perkara di pengadilan
Rumah kematian: tempat tinggal terakhir
3. KEWARISAN
Hukum Waris
Menurut BW
Pengertian
Yaitu Hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi terhadap harta kekayaan seseorang yang meninggal dunian
Mengatur tatacara peralihan harta kekayaan dari seorang yang telah meninggal kepada para ahli warisnyan
Terdapat 3 unsur: adanya orang yang meninggal dunia (pewaris); adanya harta kekayaan yang ditinggalkan; adanya ahli warisn
Harta warisan berupa hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uangn
Ahli waris dapat menolak atau menerima warisann
Menerima warisan: menerima sepenuhnya; dan menerima dengan syarat (misalnya menerima hak tidak menerima kewajiban)n
Akibat Penerimaan warisan dengan bersyarat (beneficiare) –Psl 1032– ahli waris tidak wajib menbayar hutang yang melebihi jumlah warisan; ia dapat membebaskan diri dari pembayaran utang pewaris dengan menyerahkan warisan kepada para kreditur; tidak terjadi percampuran antara harta warisan dan kekayaan pribadi ahli warisn
Penolakan warisan
Penolakan warisan harus dilakukan dengan tegas dihadapan panitera Pengadilan Negerin
Orang yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli warisn
Bagian ahli waris yang menolak, diberikan kepada ahli waris lainnyan
jika penolakan karena paksaan atau penipuan, maka dapat ditiadakann
Cara mewaris
Berdasarkan undang-undang/ab-istentato:n
– Mewaris berdasarkan kedudukan sendiri
– Mewaris berdasarkan penggantian tempat
Berdasarkan surat wasiat/ ad-testamenton
Ahli waris menurut undang-undang:
Ahli waris berdasarkan hubungan darahn
Janda atau duda yang ditinggal matin
Keluarga yang lebih dekat kepada pewaris (kerabat)n
Negara sebagai penerima warisan, jika tidak ada ahli waris (hanya berkewajiban membayar hutang pewaris, jika aktiva mencukupi; dapat mengambil alih hak dan kewajiban pewaris, dengan putusan hakim)n
Bagian ahli waris menurut UU:
Ahli waris golongan I:n
– Anak beserta keturunannya (anak tidak mewaris bersama keturunannya; jika ada anak, keturunannya tidak mendapatkan)
– Suami atau isteri yang hidup lebih lama; bila istri mengandung, anak dianggap ada
—- suami/ istri bagiannya sama dengan anak
Ahli waris golongan II:
Ahli waris golongan II: orang tua; saudara laki-laki atau perempuan dan keturunannyan
Bagian ayah dan ibu masing-masing:n
– Bila ayah dan ibu mewaris tanpa saudara laki-laki/ perempuan, maka mereka mewaris seluruh harta warisan, masing-masing setengah bagian
– Bila mewaris bersama saudara laki-laki/ perempuan, masing-masing mendapatkan bagian yang sama (1/3)
– Bila hanya ada ayah atau ibu saja, dengan seorang saudara, masing-masing ½
– Bila ayah atau ibu mewaris dengan dua saudara, bagiannya 1/3
– Bila ayah atau ibu mewaris dengan tiga saudara atau lebih, maka baginnya ¼, sisanya dibagi untuk saudara
– Bila hanya ada saudara maka bagian semua untuk saudara
Ahli waris Golongan III:
Keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas setelah orang tua, baik dari pihak ayah maupun ibun
dilakukan kloving (pembelahan harta warisan menjadi dua bagian) untuk membagi warisan — untuk garis ayah dan ibun
Ahli waris yang derajatnya sama mendapat bagian yang sama; yang lebih jauh tertutupn
Golongan IV:
Keluarga dengan garis menyamping, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya (Ex: paman dan bibi)n
Dilakukan kloving, baru dibagi ½ dan ½n
Keluarga dalam garis derajat yang lebih dekat menutup keluarga yang lebih jauhn
Legitieme portie:
Yaitu suatu bagian tertentu dari harta warisan yang tidak dapat dihapuskan oleh pewaris.n
Penerimanya: legitimaris; yaitu”n
– Mereka dalam garis lurus ke bawah (Psl 914)
– Mereka dalam garis lurus ke atas (Psl 915)
– Anak luar kawin yang diakui sah (Psl 916)
Orang yang tidak patut mendapatkan warisan:
Orang yang pernah dihukum karena dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh si pewarisn
Orang yang diputus oleh hakim bersalah karena menfitnah si pewarisn
Orang yang dengan kekerasan mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatn
Orang yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pewarisn
Warisan anak luar kawin
Anak luar kawin:n
– Dalam arti luas: anak zina (dilahirkan karena perzinahan) dan anak sumbang (dilahirkan dari mereka yang masih mempunyai hubungan darah sangat dekat)
Dalam arti sempit: anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah, sebagai akibat dari hubungan antara dua orang lajang.—bisa diakui sah, shg dapat mempunyai hubungan dengan orang tua yang mengakuinya, buka dengan keluarga ortu tersebut.
Bagian waris anak luar kawin
Yang mendapat bagian waris: anak luar kawin yang diakui sahn
Jika mewaris bersama dengan ahli waris golongan I, bagiannya 1/3 dari bagian anak sahn
Bila mewaris bersama dengan ahli waris golongan II dan III, maka bagiannya adalah ½. Begitu juga jika anak luar kawin mewaris bersama-sama (lebih dari satu)n
Pewarisan menurut surat wasiat
Surat wasiat/ testament : suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali.n
Yang boleh membuat surat wasiat: yang telah berumur 18 tahun, atau telah dewasa, atau belum 18 tahun tapi sudah menikahn
Bentuk surat wasiat:
Wasiat olographis/ olographis testament : Wasiat yang ditulis dengan tangan sendiri dan ditandatangani oleh pewaris, kemudian diserahkan kepada notaris untuk disimpan, secara terbuka/tertutup; dihadiri dua saksin
Wasiat umum/ openbaar testament : Wasiat yang dibuat dihadapan notaris, dengan dua saksi. Notaris menulis kehendak di pewaris.n
Wasiat rahasia/ testament tertutup: Wasiat yang ditulis tangan sendiri atau ditulis tangan oleh orang lain, dan ditandatangani pewaris; kemudian diserahkan ke notaris dlm keadaan tertutup/ rahasia untuk disimpann
Akta di bawah tangan/ codicil : penetapan hal-hal yang tidak termasuk dalam pembagian warisan itu sendiri; misalnya tentang penguburannya, memberikan pakaian dan perhiasan…n
Isi surat wasiat:
Hibah wasiat/ legaat : pemberian sebagian harta warisan kepada orang-orang tertentu setelah pewaris meninggal dunia; yang menerima legaat: legataris (bukan dari ahli waris; menerima legaat atas hak khusus; hanya menerima aktiva)n
Pengangkatan ahli waris —ahli waris testamentern
Wasiat juga dapat berisi:
Yang tidak terkait dengan harta peninggalan:
Perintah atau kewajiban untuk melakukan sesuatu atau larangan untuk melakukan sesuatun
Pencabutan testament terdahulun
Pengangkatan seorang wali/ pelaksana wasiatn
Fidel commis:
Pemberian warisan kepada seorang waris dengan ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu, dan bila lewat waktu ia harus menyerahkannya kepada seseorang yang sudah ditetapkan dalam testament.n
Disebut juga erfselling over de hand (hibah wasiat lompat tangan) yaitu pemberian warisan secara melangkahn
Lanjutan…
Pada dasarnya Fidel commis dilarang, namun dapat diperbolehkan dalam hal:n
– Untuk memenuhi keinginan pewaris agar harta peninggalannya tidak dihabiskan oleh anak-anaknya
– Fidel commis de residuo; seorang ketiga yang meninggal dunia sebelumnya, diberikan untuk anaknya yang sah sudah atau belum dilahirkan
SUMBER:
IBU SRI WAHYUNI / http://sriwahyuni-suka.blogspot.com/